-->

Tradisi Saprahan Melayu Sambas


Tradisi makan saprahan dan semangat gotong royong dalam adat perkawinan masyarakat Melayu, di Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat hingga saat ini masih terjaga dan kental. tradisi makan saprahan memang tidak bisa dilepaskan dari semangat gotong royong, karena untuk membuat acara tersebut membutuhkan tenaga yang cukup banyak. 


Penulis disini adalah orang sambas sendiri , di mana dari kecil mengenal saprahan diantara nya seperti makan ramai- ramai, tiap talam atau saprahan berisi 6 orang, ya kalaw lebihpun 1 orang pun tidak apa-apa, di sana saya rasa kan semangat kekeluargaan dan kebersamaan, apa lagi di saat bersama teman-teman, di situ tidak ada terasa sedikit pun sungkam satu sama lain.


Tradisi makan Saprahan yang yang penuh filosofi merupakan tradisi masyarakat Sambas (Urang Sambas/Melayu Sambas) yang beragama Islam. Masyarakat atau suku Sambas sebagian besar tinggal di Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kota Singkawang dan sebagian kecil Kabupaten Mempawah dan pontiuanak - Kalimantan Barat. 


Dalam Tradisi Makan Saprahan memiliki tata cara tertentu dalam menyajikan hidangan. Baik dalam peangkatan sajian maupun cara-cara menyodorkan saprahan, biasa pesurrung (tim penyaji) dianggotakan minimal 5 (lima) orang. Besurrung diartikan sebagai pengangkat sajian kehadapan tamu undangan yang sudah menunggu di atas tikar maupun permadani yang telah disediakan khusus untuk tamu.
Penyurrung biasanya bukanlah orang sembarangan yang dipilih, tetapi orang yang sudah bisa dalam besurrung, penyurrung penampilannya sangat rapi dengan pakaian Melayu sambas. Tata cara penyajian makanan (besurrung) pun dilakukan oleh 5 orang yang mempunyai tugas masing-masing. Penyurrung 1, barisan terdepan yang bertugas mengatur meletakan sajian dan perangkatnya di atas hamparan tikar; Penyurrung 2 bertugas membawa pinggan saprah yang berisi nasi; Penyurrung 3 tugasnya membawakan baki lauk-pauk; Penyurrung 4 membawakan pinggan/piring nasi; dan Penyurrung 5 bertugas membawa baki becil yang berisi cawan air minum.
Dari kelima orang tersebut mengambil bawaan masing-masing dan menyusun menurut tugasnya. Mereka mengambil posisi secara berurutan, mulai dari memasuki ruangan, berjalan, duduk dan lain-lain. Sajian saprahan disampaikan secara sambung menyambung.Tradisi makan saprahan memiliki makna duduk sama rendah berdiri sama tinggi ini. Prosesi saprahan begitu kental dengan makna filosofis, intinya menekankan pentingnya kebersamaan, keramahtamahan, kesetiakawanan sosial, serta persaudaraan. Budaya saprahan ini masih banyak ditemui di daerah pinggiran, terutama pada acara perkawinan tradisional. Para tamu atau undangan biasanya hadir dengan berbaju talok belanga’ atau memakai jas dan sarung. Mereka duduk bersama sama undangan lain di tarup (tempat khusus undangan yang berbentuk bangunan memanjang) secara berhadapan memanjang mengikuti arah tarup.
Demikian sedikit Penjelasan dan curhatan Penulis untuk saprahan urang sambas. Terima Kasih telah sudi mampir di Blog yang sederhana ini, 
Wasalam.

li

4 Responses to "Tradisi Saprahan Melayu Sambas"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel